ABSTRACT
This study purposes to examine whether there is different of ethical behaviour
between auditors based on individual factors (locus of control, years of job experience,
gender, and equity sensitivity) and to find out how perception of auditorss toward the
ethic code of Indonesian accountants associate. The populations of the research are
auditors who work in public accountant office in Surakarta and Yogyakarta. This
research uses convenience sampling method to collect sample
The result of hypothesis test shows there is significantly ethical behaviour
differences between internal locus of control auditors and external locus of control
auditors, between senior auditors and junior auditors, and between benevolents auditors
and entitleds auditors and also there is no significantly ethical behaviour differences
between men auditors and women auditors.
The result of additional analysis using proportion test shows that all of
respondents (auditors) in this research have positive perception toward the ethic code of
Indonesian accountants associate, so all of respondents have ethical behaviour, although
have different level from each individual based on different of their individual factors.
Keywords: ethical behaviour, auditors, profession ethics, perception, the ethic code of
the Indonesian accountants associate, internal locus of control, external
locus of control, senior, junior, men, women, entitleds, benevolents.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Banyak masalah yang terjadi pada berbagai kasus bisnis yang ada saat ini
melibatkan profesi akuntan. Sorotan yang diberikan kepada profesi ini disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya praktik-praktik profesi yang mengabaikan standar akuntansi
bahkan etika. Perilaku tidak etis merupakan isu yang relevan bagi profesi akuntan saat ini.
Di Indonesia, isu mengenai etika akuntan berkembang seiring dengan terjadinya beberapa
pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun
akuntan pemerintah (Ludigdo,1999). Pengembangan dan kesadaran etik/moral
memainkan peran kunci dalam semua area profesi akuntansi (Louwers et al. dalam
Muawanah dan Indriantoro, 2001). Profesi akuntan tidak terlepas dari etika bisnis yang
mana aktivitasnya melibatkan aktivitas bisnis yang perlu pemahaman dan penerapan etika
profesi seorang akuntan serta etika bisnis (Ludigdo dan Machfoedz, 1999).
Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi
mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri
mereka sendiri. Akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten dan untuk
menjaga integritas dan obyektivitas mereka. Analisis terhadap sikap etis dalam profesi
akuntan menunjukkan bahwa akuntan mempunyai kesempatan untuk melakukan tindakan
tidak etis dalam profesi mereka (Fine et al. dalam Husein, 2004. Kesadaran etika dan
sikap profesional memegang peran yang sangat besar bagi seorang akuntan (Louwers et
al. dalam Husein, 2004). Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan secara terus
menerus berhadapan dengan dilema etik yang melibatkan pilihan antara nilai-nilai yang bertentangan. Dilema etis dalam setting auditing misalnya, dapat terjadi ketika auditor
dan klien tidak sepakat terhadap beberapa aspek fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam
situasi konflik seperti ini, maka pertimbangan profesional berlandaskan pada nilai dan
keyakinan individu, kesadaran moral memainkan peran penting dalam pengambilan
keputusan akhir (Muawanah dan Indriantoro, 2001). Pembahasan mengenai perilaku dan
keinginan untuk mengubah perilaku atau menciptakan perilaku yang diinginkan, pertama-
tama perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut dan seberapa
kuat pengaruh-pengaruh tersebut (Khomsiyah dan Indriantoro, 1998).
Penelitian ini mengambil starting point penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh Fauzi (2001) yang meneliti tentang pengaruh perbedaan faktor-faktor
individual berupa locus of control, disiplin akademis, pengalaman kerja dan equity
sensitivity terhadap perilaku etis mahasiswa. Faktor utama yang menjadikan penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian Fauzi (2001) hanya
menganalisis perbedaan perilaku etis di tempat kerja secara umum, sedangkan dalam
penelitian ini peneliti akan menganalisis perbedaan perilaku etis dan memfokuskan
penelitian tentang persepsi auditor terhadap kode etik akuntan (etika profesi), sehingga
variabel perilaku etis dalam penelitian ini akan difokuskan pada etika profesi. Penelitian
ini menggunakan survei dengan memodifikasi instrumen penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya.
Perbedaan kedua responden penelitian ini adalah auditor sedangkan pada
penelitian Fauzi responden penelitian hanya diambil dari mahasiswa, dan penggunaan
sampel akuntan (auditor) disarankan dalam penelitian Fauzi (2001) sebagai perbandingan
dunia akademis dengan dunia kerja. Perbedaan ketiga dalam penelitian ini dengan
menambahkan satu variabel atribut individu yaitu gender. Penelitian sebelumnya
berkaitan dengan pengaruh gender terhadap etika telah banyak dilakukan. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, disimpulkan bahwa penelitian sebelumnya berkaitan dengan
pengaruh gender terhadap etika menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan belum
konsisten, selain itu penelitian di Indonesia belum begitu banyak yang meneliti masalah
ini (Winarna, 2003).
Perbedaan yang keempat adalah mengubah definisi dan pengukuran variabel
pengalaman kerja menjadi lama pengalaman kerja. Pengubahan ini didasarkan pada
responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini, yaitu auditor yang tentunya telah
memiliki pengalaman kerja. Hal ini juga didukung UU no.34 tahun 1954 yang mengatur
penggunaan sebutan akuntan. Untuk dapat berpraktik sebagai akuntan publik terdaftar,
diperlukan izin dari Departemen Keuangan, yaitu adanya persyaratan pengalaman,
minimal 3 tahun bekerja sebagai auditor pada KAP atau BPKP. Dalam penelitian
sebelumnya pengalaman kerja diukur berdasarkan ada atau tidaknya pengalaman kerja.
Pada penelitian ini, pengalaman kerja tidak diukur berdasarkan ada atau tidaknya
pengalaman kerja, melainkan diukur dari lamanya bekerja yaitu termasuk dalam kategori
auditor senior dan kategori auditor yunior. Pembagian ini mengacu pada penelitian
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Budiyanti (dalam Widiastuti, 2003).
Pada penelitian ini tidak terdapat pengujian terhadap variabel disiplin akademis
disebabkan sampel yang digunakan adalah auditor, sedangkan sampel pada penelitian
Fauzi (2001) adalah mahasiswa yang dibagi menjadi akuntansi dan manajemen. Hal ini
juga dilandasi oleh UU no.34 tahun 1954 yang mengatur penggunaan sebutan akuntan.
Untuk dapat berpraktik sebagai akuntan publik terdaftar, diperlukan izin dari Departemen
Keuangan, yaitu adanya persyaratan pendidikan, diperlukan gelar sarjana ekonomi
jurusan akuntansi dari fakultas ekonomi Universitas Negeri yang telah mendapatkan
persetujuan dari Panitia Ahli Persamaan Ijazah Akuntan. Berdasarkan hal tersebut, jelas
bahwa auditor berasal dari disiplin akademis akuntansi, sehingga tidak terdapat perbedaan
faktor individual disiplin akademis
Perumusan Masalah
Perumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor dengan
internal locus of control dan auditor dengan external locus of control?
2.
Apakah terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor senior dan
auditor yunior?
3.
Apakah terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor pria dengan
auditor wanita?
4.
Apakah terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor yang termasuk
kategori benevolents dan auditor yang termasuk kategori entitleds?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris apakah
terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor berdasarkan perbedaan
faktor-faktor individualnya yaitu sebagai berikut:
1.
Perilaku etis antara auditor dengan internal locus of control dan auditor dengan
external locus of control.
2.
Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior.
3.
Perilaku etis antara auditor pria dan auditor wanita.
4.
Perilaku etis antara auditor yang termasuk kategori benevolents dan auditor yang
termasuk kategori entitleds.
LANDASAN TEORI
Persepsi
Persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses
seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (Ludigdo, 1999). Persepsi
mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi
dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap (Retnowati, 2003).
Gibson (dalam Retnowati, 2003) menyatakan ada beberapa faktor penting khusus yang
menyebabkan perbedaan individual dalam perilaku yaitu persepsi, sikap, kepribadian dan
belajar. Melalui pemahaman persepsi individu, seseorang dapat meramalkan bagaimana
perilaku individu itu didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realita itu, bukan
mengenai apa realita itu sendiri (Retnowati, 2003).
Etika Dan Perilaku Etis
Perilaku yang beretika dalam organisasi adalah melaksanakan tindakan secara
fair sesuai hukum konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan
(Steiner dalam Reiss dan Mitra, 1998). Harsono (1997) menyimpulkan bahwa etika
adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah benar dan salah. Etika profesi merupakan
etika khusus yang menyangkut dimensi sosial. Etika profesi khusus berlaku dalam
kelompok profesi yang bersangkutan, yang mana dalam penelitian ini adalah akuntan.
Perilaku etis juga sering disebut sebagai komponen dari kepemimpinan, yang
mana pengembangan etika adalah hal penting bagi kesuksesan individu sebagai
pemimpin suatu organisasi (Morgan, 1993). Larkin (2000) juga menyatakan bahwa
kemampuan untuk dapat mengidentifikasi perilaku etis dan tidak etis sangat berguna
dalam semua profesi termasuk auditor. Apabila seorang auditor melakukan tindakan-
tindakan yang tidak etis, maka hal tersebut akan merusak kepercayaan masyarakat
terhadap profesi auditor itu (Khomsiyah dan Indriantoro, 1998).
Peran Kode Etik Akuntan Indonesia
Kode etik akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan antara
auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan
masyarakat. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai auditor, bekerja di lingkungan
dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di ingkungan dunia pendidikan. Etika
profesional bagi praktik auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(Sihwahjoeni dan Godono, 2000).
Faktor-Faktor Individual
Penelitian ini akan meneliti faktor-faktor individual meliputi locus of control
(LOC), lama pengalaman kerja, gender, dan equity sensitivity. Locus of control (LOC)
adalah cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat
mengendalikan (control) peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo, 2002).
Reiss dan Mitra (1998) membagi locus of control menjadi dua, yaitu: internal locus of
control adalah cara pandang bahwa segala hasil yang didapat, baik atau buruk adalah
karena tindakan, kapasitas dan faktor-faktor dari dalam diri mereka sendiri. External
locus of control adalah cara pandang dimana segala hasil yang didapat, baik atau buruk
berada diluar kontrol diri mereka tetapi karena faktor luar seperti keberuntungan,
kesempatan, dan takdir. Individu yang termasuk dalam kategori ini meletakkan tanggung
jawab diluar kendalinya.
Lama pengalaman kerja (Years Of Job Experience). Widiastuti (2003) yang
membagi level hierarkis auditor (akuntan publik) menjadi dua yaitu termasuk kategori
senior apabila telah bekerja lebih dari dua tahun dan yunior di bawah dua tahun. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi secara signifikan terhadap
kode etik akuntan Indonesia diantara auditor senior dan auditor yunior. Perilaku etis
antara auditor senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama pengalaman kerja
yang mana selama bekerja sebagai seorang auditor dihadapkan dengan tindakan-tindakan
yang berkaitan dengan perilaku etis (Prasetyo, 2004).
Konsep gender dalam penelitian ini berdasarkan konsep seks (jenis kelamin).
Pengertian jenis kelamin merupakan kodrat yang ditentukan secara biologis (Rahmawati,
2003). Pria dan wanita akan menunjukkan perbedaan dalam perilaku dalam bertindak
didasarkan pada sifat yang dimiliki dan kodrat yang telah diberikan secara biologis. Reiss
dan Mitra melakukan penelitian tentang efek dari perbedaan faktor-faktor individual
dalam kemampuan menerima perilaku etis atau tidak etis. Salah satu hasil penelitian
menunjukkan bahwa wanita lebih etis dibandingkan pria.
Equity berhubungan dengan fairness (keadilan) yang dirasakan seseorang
dibanding orang lain (Sashkin dan Williams dalam Fauzi, 2001. Equity sensitivity
mencoba menjelaskan perbedaan perilaku etis dan tidak etis yang disebabkan oleh
karakteristik individual (Fauzi, 2001). Chhokar et al. (dalam www.yahoo.com)
mengemukakan konsep yang dikembangkan melalui equity theory oleh Adam bahwa
terdapat tiga tipe individu yaitu individu equity sensitives yang merasa adil ketika inputs
sama dengan outputs, individu benevolents merasa adil (equity) ketika inputs lebih besar
dari outputs, dan individu entitleds merasa adil (equity) ketika outputs lebih besar dari inputs.
Penelitian Terdahulu
Reiss dan Mitra (1998) mengadakan penelitian tentang efek dari perbedaan faktor
individual dalam kemampuan menerima perilaku etis atau tidak etis. Hasil menunjukkan
bahwa individu dengan internal locus of control cenderung lebih tidak menerima
tindakan tertentu yang kurang etis, sedangkan individu dengan external locus of control
cenderung lebih menerima tindakan tertentu yang kurang etis. Wanita ditunjukkan lebih
etis dibandingkan pria. Perbedaan disiplin akademis yaitu bisnis dan non bisnis
ditemukan tidak berpengaruh terhadap penilaian terhadap perilaku etis. Individu yang
memiliki pengalaman kerja ditunjukkan cenderung lebih menerima tindakan yang kurang
etis, dibandingkan individu yang tidak memiliki pengalaman kerja.
Fauzi (2001) melakukan penelitian mengenai pengaruh perbedaan faktor-faktor
individual terhadap perilaku etis mahasiswa. Faktor-faktor individual yang diteliti berupa
locus of control, disiplin akademis, pengalaman kerja , dan equity sensitivity. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa mahasiswa akuntansi dengan internal locus of control
berperilaku lebih etis daripada mahasiswa akuntansi dengan external locus of control,
terdapat perbedaan yang signifikan antara mahasiswa akuntansi dan manajemen, secara
statistik mahasiswa akuntansi lebih etis dibanding mahasiswa manajemen, tidak ada
perbedaan signifikan antara mahasiswa yang memiliki pengalaman kerja dan mahasiswa
yang belum memiliki pengalaman kerja. Disimpulkan pula bahwa mahasiswa akuntansi
yang termasuk kategori benevolents secara signifikan lebih etis daripada mahasiswa yang
termasuk kategori entitleds.
Kerangka Teoritis
Peneliti mengajukan model penelitian sebagai berikut, perilaku etis dalam etika
profesi (auditor) sebagai variabel yang akan diukur dan diperbandingkan antara dua
kelompok individu (auditor) yang memiliki faktor-faktor individual yang berbeda (locus
of control, lama pengalaman kerja, gender, dan equity sensitivity).
Faktor faktor induvidual :
1. Locus of countrol.
2. Lama pengalaman kerja.
3. Gender.
4. Equity sensivity.
Perilaku etis :
1. Perilaku etis antara auditor internal locus of countrol dan auditor external locus of countrol.
2. Perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior.
3. Perilaku etis antara auditor pria dan auditor wanita.
4. Perilaku etis antara auditor benevolent dan auditor entitleds.
Gambar : kerangka teoritis penelitian/
Hipotesis
Berdasarkan teori locus of control, bahwa perilaku auditor dalam situasi konflik
akan dipengaruhi oleh karakteristik locus of control-nya. Individu dengan internal locus
of control akan lebih mungkin berperilaku etis dalam situasi konflik audit dibanding
dengan individu dengan external locus of control (Muawanah dan Indriantoro, 2001).
Berdasarkan landasan teori tersebut di atas maka peneliti menarik hipotesis dengan model
seperti berikut:
H
1
: Terdapat perbedaan perilaku etis antara auditor dengan internal locus of
control dan auditor dengan external locus of control.
Berdasarkan hasil penelitian Prasetyo (2004), peneliti mencoba mengkaitkannya
dengan penelitian ini, sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku etis antara auditor
senior dan auditor yunior akan dipengaruhi oleh lama pengalaman kerja. Berdasarkan
hasil penelitian di atas maka peneliti menarik hipotesis dengan model seperti berikut:
H
2
: Terdapat perbedaan perilaku etis antara auditor senior dan auditor yunior.
Pengertian jenis kelamin merupakan kodrat yang ditentukan secara biologis
(Rahmawati, 2003). Ruegger dan King (dalam Reiss dan Mitra, 1998) menemukan bahwa
gender merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan perilaku etis dan wanita
lebih etis daripada pria dalam persepsi terhadap situasi etika bisnis. Reiss dan Mitra
melakukan penelitian tentang efek dari perbedaan faktor-faktor individual dalam
kemampuan menerima perilaku etis atau tidak etis. Salah satu hasil penelitian
menunjukkan bahwa wanita lebih etis dibandingkan pria. Berdasarkan hasil penelitian di
atas maka peneliti menarik hipotesis dengan model seperti berikut:
H
3
: Terdapat perbedaan perilaku etis antara auditor pria dan auditor wanita.
Equity berhubungan dengan fairness (keadilan) yang dirasakan seseoang
dibanding orang lain ( Sashkin dan Williams dalam Fauzi, 2001). Equity sensitivity
mencoba menjelaskan perbedaan perilaku etis dan tidak etis yang disebabkan oleh
karakteristik individual (Fauzi, 2001). Huseman (dalam Kickul dan Lester, 2003)
menyebutkan pula tiga tipe individual yang memiliki berbagai tingkat sensitivity to
equity, yaitu benevolents, equity sensitives, dan entitleds. Penelitian Fauzi (2001)
menunjukkan bahwa individu yang termasuk kategori benevolents secara signifikan lebih
etis daripada individu yang termasuk kategori entitleds. Berdasarkan landasan teori dan
hasil penelitian tersebut di atas maka peneliti menarik hipotesis dengan model seperti
berikut:
H
4
: Terdapat perbedaan perilaku etis antara auditor yang termasuk kategori
benevolents dan auditor yang termasuk entitleds.
METODE PENELITIAN
Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para auditor yang bekerja di Kantor Akuntan
Publik (KAP) wilayah Surakarta dan DIY. Untuk menentukan sampel dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan metode non probability sampling, yaitu convenience sampling
method. Dalam metode ini, informasi akan dikumpulkan dari anggota populasi yang dapat
ditemui dengan mudah untuk memberikan informasi tersebut.
Pengukuran Variabel: Definisi Operasional dan Instrumen Penelitian
Perilaku etis didefinisikan sebagai pelaksanaan tindakan fair sesuai hukum
konstitusional dan peraturan pemerintah yang dapat diaplikasikan (Steiner dalam Reiss
dan Mitra, 1998). Perilaku etis auditor adalah variabel yang akan diukur dalam penelitian
ini. Variabel ini akan diukur dengan menggunakan instrumen Workplace Behaviour Scale
(WBS) yang telah dikembangkan oleh Jones (1990). Workplace Behaviour Scale (WBS)
terdiri dari 10 item pertanyaan dalam kuesioner yang diukur dengan 5 poin skala likert
yaitu: (1) sangat dapat diterima, (2) dapat diterima, (3) tidak pasti, (4) tidak dapat
diterima, dan (5) sangat tidak dapat diterima. Perilaku etis ditunjukkan oleh perolehan
skor dari WBS, semakin tinggi skor WBS maka memiliki perilaku yang semakin etis,
sebaliknya semakin sedikit skor WBS maka memiliki perilaku semakin kurang etis (Reiss
dan Mitra, 1998). Pengukuran persepsi terhadap kode etik menggunakan “Pernyataan
mengenai persepsi terhadap kode etik” yang telah dikembangkan oleh Sihwahjoeni dan
Gudono (2000). Penelitian ini akan memfokuskan pada faktor-faktor atau substansi kode
etik akuntan yang meliputi (1) pelaksanaan kode etik, dan (2) penafsiran dan
penyempurnaan kode etik. Instrumen persepsi ini terdiri dari 11 item pertanyaan yang
diukur dengan skala likert 1 sampai dengan 5 yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak
setuju, (3) tidak pasti, (4) setuju, dan (5) sangat setuju. Peneliti mengasumsikan bahwa
bagi responden yang berpersepsi positif terhadap kode etik yang meliputi pelaksanaan
kode etik, dan penafsiran dan penyempurnaan kode etik akan memiliki perilaku yang
lebih etis. Untuk mengetahui bagaimana persepsi auditor terhadap kode etik maka
dilakukan analisis tambahan yaitu dengan uji proporsi.
Locus of control (LOC). Locus of control (LOC) adalah cara pandang seseorang
terhadap suatu peristiwa apakah dia dapat atau tidak dapat mengendalikan (control)
peristiwa yang terjadi padanya (Rotter dalam Prasetyo, 2002). Instrumen yang digunakan
untuk mengukur variabel locus of control adalah Work Locus of Control Scale (WLCS)
yang telah dikembangkan oleh Spector (1988). WLCS menggunakan 16 item pertanyaan
dengan 5 poin skala likert yaitu: (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) tidak pasti,
(4) setuju, dan (5) sangat setuju. Internal LOC ditunjukkan oleh nilai jawaban responden
yang lebih kecil dari mean score dan sebaliknya untuk external LOC diindikasikan oleh
nilai jawaban responden lebih besar dari mean score (Reiss dan Mitra, 1998; Fauzi,
2001).
Lama pengalaman kerja adalah jangka waktu (tahun) seorang auditor bekerja.
Lama pengalaman kerja dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu mereka yang telah
bekerja lebih dari dua tahun dikategorikan sebagai auditor senior dan mereka yang
bekerja di bawah dua tahun sebagai auditor yunior. Pembagian ini berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Budiyanti (dalam Widiastuti, 2003). Data ini diperoleh dari
kuesioner bagian D yaitu Data Demografi Responden. Konsep gender dalam penelitian
ini berdasarkan konsep seks (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan kodrat
yang ditentukan secara biologis (Rahmawati, 2003). Dibagi menjadi dua yaitu pria dan
wanita. Data ini diperoleh dari kuesioner bagian D yaitu Data Demografi Responden.
Equity berhubungan dengan fairness (keadilan) yang dirasakan seseoang
dibanding orang lain ( Sashkin dan Williams dalam Fauzi, 2001) . Instrumen yang
digunakan untuk mengukur variabel equity sensitivity adalah Equity Sensitivity Instrument
(ESI) yang dikembangkan oleh Huseman (1985), yang terdiri dari 5 pertanyaan dengan
nilai ESI berkisar 0-10 untuk tiap pertanyaan. Untuk menskor instrumen, maka
tambahkan poin-poin yang dialokasikan untuk respon benevolents (1a, 2a, 3b, 4b, 5b).
Seorang individu akan masuk kategori entitleds apabila nilai < meanscore, dan kategori
benevolents apabila nilai
> meanscore.
Sumber Dan Metode Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden.
Kuesioner ini akan dibagikan kepada responden untuk mengukur tingkat perilaku etis,
equity sensitivity, dan locus of control. Selain itu kuesioner ini memuat data demografi
responden yang dibutuhkan dalam analisis data. Penyebaran kuesioner kepada responden
dilakukan dengan mendatangi KAP tempat responden bekerja, yaitu di Surakarta dan
Yogyakarta. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai
sumber, yaitu: jurnal, sumber lain berupa buku, maupun skripsi dan tesis yang tidak
diterbitkan dalam penelitian ini, dan dengan cara mendownload artikel diinternet.
Metode Analisis Data
Pengujian validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstrak
(construct validity) dan teknik yang digunakan adalah dengan Pearson Product Moment.
Teknik uji reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas konsistensi internal. Untuk
mengukur konsistensi internal digunakan pengujian dengan teknik Cronbach’s Alpha.
Teknik uji normalitas yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov Smirnov Test,
yaitu pengujian dua sisi yang dilakukan dengan membandingkan signifikansi hasil uji (p-
value) dengan taraf signifikansi. Untuk menguji hipotesis digunakan alat uji statistik,
yaitu Independent Sample T-Test. Pada Independent Sample T-Test terdapat dua tahapan
analisis yaitu Levene's Test dan T-Test (Santoso, 2001). Semua teknik analisis data dalam
penelitian ini dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS version 11.0 for
windows. Untuk mengetahui bagaimana persepsi auditor tentang kode etik maka dalam
analisis tambahan digunakan uji proporsi. Uji proporsi ini dilakukan dengan menghitung
persentase jawaban dari pernyataan mengenai persepsi terhadap kode etik. Jawaban
dikelompokkan dalam format setuju dan tidak setuju untuk masing-masing responden
ANALISIS DATA
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan responden auditor di Yogyakarta dan Surakarta.
Sampel auditor di Yogyakarta sebanyak 60 orang dari 6 KAP, kuesioner yang kembali
adalah 41. Untuk responden auditor di Surakarta sebanyak 40 orang dari 4 KAP,
kuesioner yang kembali adalah 29. Total kuesioner yang kembali adalah sebesar 70 buah,
tetapi dari jumlah tersebut ada sebanyak 3 buah kuesioner yang gugur. Jadi total
kuesioner yang memenuhi syarat untuk diolah adalah sebanyak 67 buah kuesioner.
Hasil Pengujian Data
Hasil uji validitas
menunjukkan bahwa angka korelasi untuk semua item
pertanyaan menunjukkan angka yang signifikan pada level 0,01, yang ditunjukkan
dengan tanda **, disamping itu dapat dilihat pula bahwa nilai p-value dari masing-masing
item pertanyaan menunjukkan nilai lebih kecil dari taraf signifikansi yang ditentukan
sebesar 5%. Kesimpulannya seluruh item pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini valid,
sehingga dapat diikutsertakan dalam tahap pengujian selanjutnya.
Uji reliabilitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan menghitung Cronbach’s Alpha dari masing-masing
instrumen dalam satu variabel. Kemudian besarnya nilai alpha yang dihasilkan
dibandingkan dengan indeks (Wulandari dalam Widiastuti, 2003).
Dari hasil uji
reliabilitas dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini sangat
andal atau tingkat reliabilitasnya sangat tinggi.
Hasil pengujian normalitas menunjukkan
nilai p-value sebesar 0,672. Nilai probabilitas ini lebih besar dari taraf signifikansi (0,05).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebaran data dalam penelitian ini adalah
normal, sehingga uji hipotesis penelitian bisa dilakukan dengan menggunakan alat uji
statistik parametrik.
Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil pengujian normalitas menunjukkan data berdistribusi normal, oleh karena
itu untuk menguji empat hipotesis yang diajukan digunakan alat uji statistik parametrik
Independent Sample T-Test. Pada Independent Sample T-Test terdapat dua tahapan
analisis yaitu Levene's Test dan T-Test (Santoso, 2001)
Levene's Test digunakan untuk
mengetahui varians dari data apakah sama (homogen) atau berbeda (heterogen). Hal ini
berpengaruh pada nilai signifikansi yang diambil dari hasil T-Test.
Hasil pengujian hipotesis pertama menunjukkan nilai signifikansi hasil T-Test
sebesar 0,018, maka Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor internal locus of control dan
auditor external locus of control. Dari hasil analisis data terhadap hipotesis pertama (lihat
pada lampiran) diketahui bahwa mean perilaku etis dari auditor internal locus of control
adalah sebesar 39,33 dan nilai mean perilaku etis dari auditor external locus of control
adalah sebesar 35,14. Secara statistik, perbedaan nilai mean tersebut cukup signifikan.
Hasil pengujian hipotesis kedua menunjukkan nilai signifikansi hasil T-Test
sebesar 0,002, maka Ho ditolak. Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan perilaku etis
yang signifikan antara auditor senior dan auditor yunior. Dari hasil analisis data terhadap
hipotesis kedua (lihat pada lampiran) diketahui bahwa mean perilaku etis dari auditor
senior adalah sebesar 34,09 dan nilai mean perilaku etis dari auditor yunior adalah
sebesar 39,54.
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan nilai signifikansi hasil T-Test
sebesar 0,246. Nilai probabilitas ini di atas tingkat signifikansi yang ditetapkan yaitu 0,05
maka Ho diterima. Kesimpulannya adalah tidak terdapat perbedaan perilaku etis yang
signifikan antara auditor pria dan auditor wanita. Dari hasil analisis data terhadap
hipotesis ketiga (lihat pada lampiran) diketahui bahwa mean perilaku etis dari auditor pria
adalah sebesar 36,00 dan nilai mean perilaku etis dari auditor wanita adalah sebesar
38,10.
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan nilai signifikansi hasil T-Test
sebesar 0,003, maka Ho ditolak. Kesimpulannya adalah terdapat perbedaan perilaku etis
yang signifikan antara auditor benevolents dan auditor entitleds. Dari hasil analisis data
terhadap hipotesis keempat (lihat pada lampiran) diketahui bahwa mean perilaku etis dari
auditor benevolents adalah sebesar 39,77 dan nilai mean perilaku etis dari mahasiswa
entitleds adalah sebesar 34,50.
Hasil Uji Proporsi
Analisis tambahan dalam penelitian ini menggunakan uji proporsi, yaitu
bertujuan untuk mengetahui persepsi auditor terhadap kode etik akuntan Indonesia.
Berdasarkan persentase jawaban responden (auditor) terhadap pernyataan faktor-faktor
atau substansi kode etik tentang pelaksanaan kode etik, secara umum responden menilai
bahwa dalam menjalankan tugas profesinya, seorang auditor harus senantiasa menjaga
ketaatan terhadap kode etik yang telah ditetapkan IAI. Secara umum responden
menyatakan setuju apabila kepatuhan para auditor terhadap kode etik perlu diawasi
sebagai dasar penyempurnaan pelaksanaan kode etik serta perlunya penafsiran kode etik
guna memenuhi pertanyaan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan kode etik.
Hasil uji proporsi
secara keseluruhan dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh
responden (auditor) dalam penelitian ini memiliki persepsi positif terhadap kode etik
ikatan akuntan Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari persentase jawaban setuju yang lebih
besar daripada jawaban tidak setuju, sehingga seluruh responden memiliki persepsi yang
positif. Dengan demikian secara keseluruhan responden dalam penelitian ini berpersepsi
positif terhadap kode etik yang meliputi pelaksanaan kode etik, serta penafsiran dan
penyempurnaan kode etik, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh responden
memiliki perilaku yang etis. Namun demikian, berdasarkan hasil pengujian hipotesis,
masing-masing responden (auditor) mempunyai perbedaan rata-rata perilaku etis yang
signifikan untuk setiap faktor-faktor individual yang dimilikinya.
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikumpulkan dan diolah, diketahui
bahwa terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor internal locus of
control dan auditor external locus of control. Secara statistik, auditor internal locus of
control cenderung berperilaku lebih etis daripada auditor external locus of control.
Terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor senior dan auditor yunior.
Secara statitistik, auditor yunior cenderung berperilaku lebih etis daripada auditor senior.
Tidak terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor pria dan auditor
wanita. Secara statistik, gender tidak menyebabkan perbedaan perilaku etis yang
signifikan. Terdapat perbedaan perilaku etis yang signifikan antara auditor benevolents
dan auditor entitleds. Secara statistik, auditor benevolents cenderung mempunyai perilaku
lebih etis daripada auditor entitleds.
Secara keseluruhan seluruh responden (auditor) dalam penelitian ini memiliki
persepsi positif terhadap kode etik ikatan akuntan Indonesia yang meliputi pelaksanaan
kode etik, serta penafsiran dan penyempurnaan kode etik, sehingga seluruh responden
memiliki perilaku yang etis. Kesimpulan keseluruhan yang dapat diambil bahwa setiap
responden (auditor) dalam penelitian ini secara umum mempunyai perilaku yang etis,
meskipun kadarnya berbeda dari masing-masing individu berdasarkan perbedaan faktor-
faktor individual yang dimilikinya.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut
:
1.
Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan untuk seluruh wilayah di Indonesia
bahkan dunia akuntansi, karena ruang lingkup dari penelitian ini hanya terbatas pada
wilayah Surakarta dan Yogyakarta.
2.
Penelitian ini hanya membandingkan perilaku etis auditor, tidak mencakup profesi
akuntan yang lain.
3.
Peneliti menggunakan instrumen penelitian yang dikembangkan pada budaya barat,
dan beberapa hal mungkin kurang sesuai dengan budaya Indonesia.
4.
Dalam penelitian ini, variabel lama pengalaman kerja hanya dikelompokkan menjadi
dua yaitu kelompok auditor senior dan yunior, sehingga mungkin kurang mewakili
masing-masing level hierarkis auditor dalam KAP. Variabel yang lain, yaitu gender,
gender dalam penelitian ini ditinjau berdasarkan jenis kelamin saja, sehingga kurang
memberikan hasil yang akurat.
Saran
Saran-saran yang peneliti berikan bagi kesempurnaan penelitian-penelitian
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1.
Penelitian selanjutnya sebaiknya memperluas area survey, tidak hanya di wilayah
Surakarta dan Yogyakarta, tetapi seluruh Indonesia, sehingga akan lebih mewakili
populasi dalam KAP di selurih Indonesia. Penelitian selanjutnya juga bisa
memperluas obyek penelitian, tidak hanya masalah faktor-faktor atau substansi kode
etik akuntan, tetapi juga mengenai dimensi etika, mengingat kode etik akuntan
Indonesia tidak hanya menyangkut faktor-faktor kode etik akuntan saja.
2.
Untuk penelitian selanjutnya hendaknya lebih memperluas sampel penelitian tidak
hanya auditor saja, tetapi dimasukkan juga kelompok sampel lain seperti akuntan
pendidik, akuntan manajemen, dan akuntan pemerintahan, sehingga penelitian
tentang topik ini akan lebih akurat dan komprehensif.
3.
Penelitian yang akan datang sebaiknya juga mempertimbangkan faktor-faktor dalam
negeri yang kiranya sangat berbeda dengan dunia barat, untuk kemudian diterapkan
atau dikombinasikan dengan instrumen yang ada, sehingga akan didapatkan suatu
instrumen yang sesuai dengan situasi dan kondisi responden yang dampaknya akan
diperoleh data atau hasil yang lebih akurat.
4.
Penelitian yang akan datang sebaiknya tidak hanya dikelompokkan menjadi
kelompok auditor senior dan auditor yunior, tetapi untuk masing-masing level
hierarkis auditor dalam KAP. Untuk variabel gender, sebaiknya untuk penelitian
selanjutnya menggunakan konsep peran jenis, yang mana digolongkan menjadi empat
kelompok, yaitu maskulin, feminin, androgini, dan tak tergolongkan, sehingga akan
diperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna dan akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Allmon, Dean E., Diana Page dan Ralph Roberts. 2000. Determinant of Perceptions of
Cheating: Ethical Orientation, Personality and Demographics. Journal of
Business Ethics 23: 411-422.
Author, 2003. Equity Theory Research Paper [On-Line]. Available at http://
www.zamanfam.com
Borkowski, Susan C., dan Yusuf J. Ugras. 1998. Business Students and Ethics: A
Meta Analysis. Journal of Business Ethics 17: 1117-1127.
Carlson, Patricia J., dan Frances Burke. 1998. Lessons Learned from Ethics in the
Classroom: Exploring Student Growth in Flexibility, Complexity and
Comprehension. Journal of Business Ethics 17: 1179-1187.
Cohen, Jeffrey R., Laurie W. Pant dan David J. Sharp. 1998. The Effect of Gender and
Academic Disipline Diversity on the Ethical Evaluations, Ethical Intentions and
Ethical Orientation of Potential Publik Accounting Recruits. Accounting
Horizons 12 : 250-270.
Fadlilah. 2003. Analisis Perbedaan Persepsi Akuntan Terhadap Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia. Skripsi tidak dipublikasikan. Fakultas Ekonomi, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Fakultas Ekonomi, 2003. Buku Pedoman Penyusunan Skripsi. Fakultas Ekonomi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Fauzi, Achmad. 2001. Pengaruh Perbedaan Faktor-Faktor Individual terhadap Perilaku
Etis Mahasiswa Akuntansi. Thesis tidak di publikasikan. Program Pasca Sarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gershaw, David A. 1989. Locus of Control [On-line]. Available at http://
www.google.com
Harsono, Mugi. 1997. Etika Bisnis sebagai Modal Dasar dalam Menghadapi Era
Perdagangan Bebas Dunia. Perspektif (Januari): 4-9.
Husein, Muhammad F. 2004. Keterkaitan Faktor-Faktor Organisasional, Individual,
Konflik Peran, Perilaku Etis dan Kepuasan Kerja Akuntan Manajemen. Makalah
Simposium Dwi Tahunan J-AME-R. Yogyakarta.
Islahuddin dan Soesi, 2002. Persepsi terhadap Kualitas Akuntan Menghadapi Tuntutan
Profesionalisme di Era Globalisasi. Jurnal Manajemen & Bisnis Vol 4 (1) Jan : 1-
18.
Joyner, Brenda E., dan Dinah Payne. 2002. Evolution and Implementation : A Study
of Values, Business Ethics and Corporate Social Responsibility. Journal of
Business Ethics 41: 297-311.
Khomsiyah dan Nur Indriantoro. 1998. Pengaruh Orientasi Etika terhadap Komitmen, dan
Sensitivitas Etika Akuntan publik Pemerintah di DKI Jakarta. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol 1 (1) Jan: 13-28.
Kickul, Jill dan Scott W. Lester. 2003. Promises Made, Promises Broken: Equity
Sensitivity as a Moderator Between Psychological Contract Breach and
Employee Attitudes and Behaviour [On-line]. Available at http://
www.yahoo.com
King Jr, Wesley C dan Edward W. 1994. The Measurement of Equity Sensitivity. Journal
of Occupational & Organizational Psychology , 67 (2) [On-line]. Kontribusi dari
Mr. King Jr, Department of Management, School of Business Administration,
Miami University, Oxford, Ohio 45056, USA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar